Ketika Tidak Sempat Membeli Dagangannya, Cukuplah Kita Mendoakannya


Profesi sebagai pelaku usaha skala kecil seperti pedagang asongan masih dianggap sebagai pekerja kelas dua di negeri ini. Pedagang asongan menjajakan barang dagangannya di pinggir jalan, dengan target pembeli pengguna jalanan umum.

Mereka biasanya menjual rokok, air minum kemasan, permen, kacang goreng atau rebus, manisan mangga, tahu Sumedang, lemper ayam, bakpao maupun barang-barang non-makanan seperti jas hujan untuk pengendara motor, mainan anak kecil, gantungan bendera di kaca mobil, buku atlas dunia, dan lain sebagainya.

Ketika menawarkan dagangannya, pedagang asongan ini turun ke jalan ketika lampu lalu lintas menunjukkan warna merah atau ditengah kemacetan. Agar cepat menarik minat pembeli, mereka biasanya hanya mengambil keuntungan satu atau dua ribu perak pada setiap barang jualannya.

Ketika melihat mereka dari dalam mobil, saya yang sebelumnya hanya orang awam (belum melakoni profesi pedagang) kurang begitu memperhatikan keberadaan mereka. Minimal saya hanya bisa berfokus pada barang jualannya ataupun harga yang ditawarkan.

Setelah saya terjun menjalankan profesi pedagang walau hanya melalui usaha online, hati kecil saya kerap menangis apabila melihat keberadaan pedagang asongan ini.

Saya sekarang bisa berempati, bagaimana perjuangan dan penderitaan mereka yang sesungguhnya. Melakoni pekerjaan ini tidak sesederhana yang orang awam bayangkan, yakni hanya membeli barang dan menjualnya kembali. Padahal untuk menjadi seorang pedagang, harus melalui proses yang cukup rumit.

Proses tersebut terdiri dari tiga langkah utama. Pertama, adalah